dwicri-j. Diberdayakan oleh Blogger.

Sinopsis MSOAN - Episode 2 part 4


"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jung In yang segera menghampiri Mae Ri. "Kapan kau datang? aku pikir kau harus berangkat kerja."

Mae Ri segera bangkit, lalu menundukkan kepala. "Aku tidak bisa tidur semalam."

"Senang bertemu dengan anda, aku Wi Mae Ri." Mae Ri mengenal dirinya, ia masih menunduk.

"Senang bertemu dengan anda, aku Jung In." ucap Jung In.

Mae Ri memberanikan diri untuk menatap Jung In dan tentu saja, Mae Ri terkejut saat tahu orang yang ada dihadapannya adalah orang yang sama yang telah menolongnya di hotel.

"Oh, orang bodoh!" ucap Mae Ri seraya menunjuk ke arah Jung In.


Mae Ri menyadari kata-kata kasarnya, ia segera menutupu mulutnya. Jung In sama sekali tidak terkejut, ia berkata "..pergelangan tanganmu sudah membaik sekarang?"

"Baik-baik saja." jawab Mae Ri.



"Aku tidak berusaha untuk mendapatkan uangmu saat itu, kau tau?" ucap Mae Ri, ia tidak ingin Jung In mengecapnya sebagai seseorang yang mengambil keuntungan dalam kesempitan.
"Selain itu, amplop yang kau berikan padaku, terdapat uang 2000.000... itu terlalu banyak.
Aku berusaha untuk membawanya, karena aku merasa tidak nyaman saat menggunakannya.
Jadi, ini.. Aku kembalikan padamu lagi." Mae Ri menyerahkan amplop berisi uang.


Jung In menolak pemberian itu. "Ada ketetapan yang telah disepakati saat kau menandatangi surat perjanjian. Jadi, lupakan kejadian saat itu." ujar Jung In seraya pergi.

"Bolehkah aku bertanya sesuatu.." tanya Mae Ri.

Jung In menghentikan langkahnya, "Kenapa kau menyutujui perjodohan ini?" tanya Mae Ri.

"Jika aku harus mengatakan hal itu, aku menyetujuinya karena sebatas urusan bisnis?" jawab Jung In tanpa ekspresi.



"Apakah pernikahan adalah sebuah bisnis? Apa pernikahan ini sebuah lelucon untukmu?" Mae Ri kesal.
"Jangan berpikir yang berlebihan." kata Jung In.

"Tentu tidak. Aku juga tidak berniat untuk memilihmu setelah 100 hari ketetapan yang telah ditentukan." ungkap Mae Ri.

"Baiklah, kita memiliki pandangan yang sama terhadap pernikahan ini." Jung In pun sama, ia sebenarnya tidak ingin ada perjodohan semacam ini, tapi karena berkaitan dengan urusan bisnis, mau tidak mau, Jung In harus melakukan hal ini.



"Apa? Itulah sebabnya kau bersikeras untuk menyepakati perjanjian ini? Ya, tidak ada makan siang gratis di dunia ini." ujar Mae Ri.

"Aku mengerti."

"Well, aku tidak akan mengatakannya karena kau seperti aku."

"Tolong menuju ruang kantor sekarang." suruh Jung In. "Aku akan ganti baju dulu dan aku menemuimu di sana."



Mae Ri ada di kantor Jung In, Jung In mengetuk pintu dan masuk ke dalam.

"Apakah ini sebuah perusahaan drama?" tanya Mae Ri yang penasaran.

"Ya. Wi Mae Ri, kau akan bekerja di sini sebagai asistenku dari sekarang. Dan karena aku akan menangani jadwalku sendiri. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan tentang hal itu." ucap Jung in.

"Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Mae Ri.


Assisten Jung In mengetuk pintu dan berkata pada Jung In, "Direktur, persiapan untuk meeting sudah siap."
Jung in mengangguk, Mae Ri memberi salam pada asissten itu, "Hello."

Asisten Jung In tersenyum.


Jung In hendak keluar dari kantornya, Mae Ri mengikutinya dari belakang. Jung In menghentikan langkahnya, Jung In melihat ke arah Mae Ri dan menghela nafas, ia menutup pintu dan berkata, ""Kalau begitu. Aku sangat menghargaimu jika kau tidak meninggalkan ruangan ini. Karyawanku tidak diperbolehkan masuk ke dalam kantor pribadiku ini, jadi kau tidak akan bertemu dengan siapapun." ujar Jung In. "Kau mengerti hal itu kan?"

"Ya." Jawab Mae Ri. "Itulah perasaanku. Aku sangat merasa tidak nyaman berada di dekatmu."


"Kita sudah mengetahui apa yang kita inginkan masing-masing. Jadi, lakukan yang terbaik selama 100 hari ke depan." Jung in mengulurkan tangannya.

"Baiklah kalau begitu." Jawab Mae Ri seraya menjabat tangan Jung In.

"Dasar bodoh." umpat Mae Ri kesal.


Mae Ri sendiri di kantor pribadi Jung In. Mae Ri sedang mencari tahu tentang Jung In, ia membuka biodata Jung In.

"Hallyu drama producer. Famous Japanese A&R Direktur. American MBA program graduate. Manager keuangan?" Mae Ri terkejut. "Tidak heran kalau ia melihat pernikahan sebagai sebuah lahan bisnis." Mae Ri mengangguk-angguk, ia sadar alasan kenapa Jung In menjadikan pernikahannya sebagai peluang bisnis. Mae Ri menyandarkan dirinya di kursi kemudian ia melihat seseorang datang. Mae Ri membuka pintu pemisah, dan ia mendapati Seo Jun sedang duduk seraya membaca script.



Mae Ri senang sekali bisa bertemu Seo Jun, Seo Jun adalah artis terkenal, kapan lagi bisa bertemu dengannya. Mae Ri menghampiri Seo Jun dan menanyakan kabarnya dengan ramah, "Seo Jun, apa kabarmu? Aku baru saja membaca berita artikel tentangmu di koran."

"Dimana direktur?" tanya Seo Jun.

"Ahh.. dia sedang rapat sekarang. Apakah kau ingin minum teh sementara kau menunggu direktur?"

"Aku ingin air sebagai pengganti teh, please. Ah, tentu.. Tunggu sebentar.  Aku tidak minum apapun kecuali air dari pegunungan." ujar Seo Jun.




"Maaf? Air pegunungan?" tanya Mae Ri polos.

"Sudahlah, tidak masalah." jawab Seo Jun seraya tersenyum datar.

"Ah, ya." Mae Ri mengangguk mengerti kemudian pergi untuk mengambil minuman. Tapi, ia segera menghentikan langkahnya, Mae Ri tersenyum, hahaa.. ia harus dapat tanda tangan dari Seo Jun. Mae Ri mengambil kertas dan pulpen.

"Maaf, tapi. Bisakah kau memberikan tanda tangan padaku?" pinta Mae Ri seraya memberikan kertas dan pulpen.

"Ya" ucap Seo Jun.

"Aku adalah penggemar beratmu."

"Namamu?"

"Wi Mae Ri."

"Wi.. Mae.." Seo Jun menandatangani kertas itu.



Kemudian Lee An dan assistennya datang, "Hey, Seo Jun" sapa Lee An.

"Oh, kau datang." ucap Seo Jun.

"Tepat waktu. Ehh.. Oh, My!" puji asisten Lee An. "Seo Jun kau sungguh sangat menawan."

"Thank you."


Mae Ri terkejut melihat kedatangan Lee An dan assistennya, setelah mendapatkan tanda tangan Mae Ri lalu pergi.

Ternyata asisten Lee An masih mengenali wajah Mae Ri. "Itu gadis yang mengambil gambarmu saat di hotel. Dan dia telah mendapatkan tanda tangan dari orang lain, sepertinya." bisik asisten Lee An pada Lee An.


Jung In datang, "Semua orang berkumpul tepat waktu."

"Oh, kau datang?" ucap Seo Jun.

Mae Ri mengetuk pintu untuk memberikan air minum.

"Direktur! Gadis itu!" kata asisten Lee An.

"Tidak masalah, kembalilah pada pekerjaanmu." ujar Jung In pada Mae Ri.

"Ya, direktur." Mae Ri mengerti.


"Direktur, apakah itu dia?" tanya asisten Lee An, ia sangat mencurigai Mae Ri.

"Ada sebuah kesalahpahaman hari itu, tolong lupakan kejadian tentangnya." ucap Jung In dengan bijak.


"Mengajak seseorang ke sini untuk bekerja tapi tidak mengizinkannya untuk melakukan apapun. Apa yang kau lakukan?" Mae Ri kesal. "Ini sangat membosankan."



Jung In datang mengetuk pintu, lalu berkata "Aku akan pergi makan, kau juga harus makan."

"Ya." jawab Mae Ri.

Jung in menutup pintu lalu pergi, ia sama sekali tidak ada niat untuk mengajak Mae Ri makan bersama.

Mae Ri masih bosan, ia melihat kesekeliling dan ia menemukan tumpukan script di atas meja.

"Jadi, seperti ini skrip." ucap Mae Ri yang baru mengetahui wujud asli script.. hehe "Ahh.. Dan proposal ini bagaimana cara membuatnya. Sangat menarik. " Mae Ri berkata pada dirinya sendiri.




Tak berapa lama kemudian, Jung in masuk lagi ke dalam kantor, ia terlihat sangat terburu-buru.

"Jadi, kau tidak memiliki pekerjaan apapun yang dapat aku kerjakan?" tanya Mae Ri.

"Kau boleh pulang cepat sekarang." suruh Jung In yang sedang merapikan dokumen-dokumennya.

"Apa? Tapi sekarang baru jam 1:30 siang." jawab Mae Ri.

"Aku juga akan pergi untuk menghadiri sebuah meeting." Jung in menerima telepon dari ibunya.

"Ya, bu? Aku sedang dalam perjalanan sekarang."

Mae Ri sampai di rumahnya, ia langsung merebahkan diri di atas sofa, "Kenapa aku merasa sangat lelah padahal aku tidak melakukan apapun?" ucap Mae Ri.


Ayah Mae Ri baru bangun tidur, ia melihat Mae Ri dan berkata, "Hey, Mae Ri Yah, apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku tidak tahu." jawab Mae Ri lemas. "Dia tidak memberikanku pekerjaan yang dapat aku lakukan, dan dia bilang kalau aku boleh pergi. Dia benar-benar merendahkanku."

"Benarkah?" tanya Ayahnya tidak percaya. "Ahh.. Mungkin dia pikir kau kelelahan karena ini adalah hari pertamamu. Jadi, Mae Ri Yah..Bagaimana pertemuanmu dengan Jung In? Dia seperti seorang pangeran, kan?"

"Apa? Pangeran?" Mae Ri mengerutkan kening. "Lebih seperti orang yang bodoh, maksudmu."



"Apa maksudmu tentang orang bodoh?" tanya Ayah tidak mengerti.

"Ayah, bagaimanapun permasalahannya, ada yang aneh dengan pria itu." ucap Mae Ri.

"Aneh?" tanya Ayah.

"Coba pikirkan, ayah. Kenapa seorang pria yang sangat kaya dan tampan menerima pernikahan seperti ini?"
"Well, berhenti memikirkannya, hal itu memang sedikit aneh." jawab ayah.

"Selain itu, dia juga seperti tidak ingin menikahiku." kata Mae Ri.

"Hey, apa maksudmu?"

"Tidak, maksudku.." Mae Ri lekas meralat kata-katanya. "Pria itu pasti sedang menyembunyikan sesuatu."



"Apa maksudmu?" lagi-lagi ayah tidak mengerti apa yang Mae Ri bicarakan.

"Aku sudah memikirkan tentang hal itu tadi. Dan tidak masalah bagaimana aku mengetahuinya." jawab Mae Ri.

"Tidak masalah bagaimana kau mengetahuinya, apa?" tanya ayah.

Mae Ri bangkit dan berkata serius. "Dia gay, ayah!"

"Apa?!" ayah ikut terkejut.

"Kau lihat cara dia berbusana dan tentang pemikirannya mengenai pernikahan yang disamakan dengan bisnis. Itu dia! Dia pasti takut untuk berbicara pada ayahnya karena hal itu." Mae Ri menyipitkan matanya agar terlihat lebih dramatis.


"Hey, Mae Ri, kau sedang menulis novel?" ayah mae Ri mulai menyadarkan Mae Ri.

"Aku baik-baik saja. Bagaimanapun juga, orang itu sangat aneh." jawab Mae Ri.

"Hey, sekarang hampir jam 5 tepat, kau tidak pergi untuk menemui pria itu?" tanya Ayah.

"Kenapa aku harus melakukan hal itu? Aku kan ingin menonton drama dan bersenang-senang." jawab Mae Ri sambil menyalakan televisi lalu tertawa melihat adegan drama yang ditontonnya.



"Apa yang kau katakan? Hey, ini adalah hari pertamamu dari 100 hari kesepakatan itu." Ayah menjelaskan dengan semangat. "9 pagi sampai 5 sore dengan Jung In, dan 5 sore sampai 10 malam dengan pria itu. Dan kau tidak ingin pergi?"
"Tentu saja, aku akan pergi menemui orang yang aku cintai." jawab Mae Ri.



"Ada apa ini?"

"Karena kau menyebutnya tadi, aku jadi ingin bertemu dengannya." Mae Ri mengambil handphone di sakunya lalu mulai menghubungi Mu Gyul. "Aku rasa lebih baik aku menelponnya."

Mae Ri menuju kekamar.


"Hey..! Hey!" ayah mengikuti Mae Ri.

"Ayo, angkatlah." pinta Mae Ri, tapi ternyata teleponnya tidak diangkat. "Yah, cintaku pasti masih tidur sekarang, karena dia seorang musisi."

"Sangat mencurigakan." ayah mulai curiga dengan gelagat Mae Ri.

"Apa?" tanya Mae Ri khawatir kebohongannya terbongkar.




"Waktu yang lalu saat ia ada di rumah kita, kau bilang dia bukan pacarmu." ujar Ayah.

"Itu karena aku sangat khawatir kau marah padaku." Mae Ri mengelak.

"Berhenti memberikan alasan yang berbelit-belit dan cepat jelaskan sejelas-jelasnya."
"Seperti apa?"
"Bagaimana kalian pertama kali bertemu? Bagaimana kau bisa jatuh cinta padanya?" tanya ayah.

"Ah, itu.. Ayah." Mae Ri menatap ayahnya serius, lalu mengenang saat pertama kali ia bertemu dengan Mu Gyul.



"Kau tau, sebuah drama mengatakan kalau cinta itu diibaratkan seperti sebuah tabrakan mobil.

Well, seperti itulah kami bertemu. Dia datang ke dalam hidupku.. dengan tiba-tiba dan tanpa isyarat apapun, seperti sebuah kecelakaan mobil."




"Dia seperti seorang pria di sebuah negeri dongeng,  semacam dunia baru yang sangat cool.
Setiap kali ia bernyanyi di atas panggung, dia tidak hanya terlihat tampan saat bernyanyi di atas panggung, tapi juga di kehidupan sehari-harinya dia sangat tampan.  Aaah.. Bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta kepadanya?" ucap Mae Ri.




"Tapi, apa dia juga mencintaimu juga?" tanya Ayah.

Pertanyaan ayah Mae Ri membuat Mae Ri kikuk, "Huh? Aaahh.. Tentu! Dia bahkan mengatakan kalau dia menyukai bekas lukaku yang mirip bekas luka Harry Potter."



"Hey! jadi, jika pria itu adalah pria yang kau cintai, bagaimana bisa kau tidak mempunya fotonya?" tanya ayah.

"Ah.. Ini.." Mae Ri menunjukkan foto-foto Mu Gyul yang ada di handphonenya. "Adaa.. adaa.. Ini fotonya, kau bisa melihatnya kan?"


"Tapi kenapa dia tidak pernah menunjukkan wajahnya?" ayah kembali bertanya.
"Apa maksud ayah?" Mae Ri tidak mengerti apa yang ayahnya maksud.
"Jika dia mencintaimu, seharusnya dia datang ke sini dan mengakui cintanya padamu di hadapanku." jawab ayah.



"Karena aku yang tidak memperbolehkannya melakukan hal itu. Dia siap berlutut untuk apapun demi aku." kilah Mae Ri.
"Jadi, apa dia menerima situasi seperti ini?" tanya ayah.
"Apa maksud, ayah? Dia tidak dapat berhenti minum-minum karena dia sangat sedih. Kau tidak tahu betapa sakit dan menderitanya dia. Hanya saja, aku membujuknya untuk dapat mengerti keadaanmu." jawab Mae Ri mengarang-ngarang cerita.





"Aku tidak tahu apa yang harus aku pikirkan, aku harus menemuinya sekarang juga." ayah Mae Ri hendak mencari Mu Gyul, tapi Mae Ri segera mencegah ayahnya.
"Ayah! Jika kau bertemu dengannya dan membuat perasaannya sedih, aku akan membatalkan 100 hari kesepakatan ini." jawab Mae Ri.
"Ahh.. Okay.. Okay.. Aku tidak yakin apakah kau benar-benar mencintai pria itu sekarang. Tapi kau pada akhirnya harus menyukai Jung In." ucap Ayah Mae Ri.





"Tentu, ayah. Jika kau ingin kesepakatan ini berjalan lancar, tinggalkan aku sendiri." kata Mae Ri.
"Baiklah. Tapi, setidaknya sebagai seorang ayah, aku sangat ingin tahu seperti apa pria yang kau cintai itu dan dimana ia tinggal?" ayah Mae ri sangat penasaran dengan sosok Mu Gyul.

"Tidak ada hal yang harus kau ketahui ayah." jawab Mae Ri seraya berjalan ke arah pintu. "Aaahh.. Aku lebih baik bertemu dengan Mu Gyul sekarang." 
"Hey, ini sudah telat, mau kemana kau?"
"Bye, ayah!"
"Mae Ri Yah!"





Di tempat tinggal sewa baru Mu Gyul. Mu Gyul membaca tulisan Mae Ri.

"Cinta seperti sebuah kejadian tabrakan mobil? Apa kau sedang menulis sebuah novel sekarang." tanya Mu Gyul heran dengan tulisan Mae Ri yang kelewat tidak masuk akal menurutnya.

"Well, aku ini lulusan dari sastra korea. Anyway, kau lihat, semuanya lengkap tanpa adanya perubahan, Jadi, jika ayahku menghubungimu suatu waktu,." perkataan Mae Ri diputus oleh Mu Gyul.


"Apa maksudmu? Kau bilang kita tidak harus bertemu lagi." ucap Mu Gyul.

"Dan satu hal lagi. Aku harus tinggal sementara di sini selama semalam mulai dari sekarang." Mae Ri menatap Mu Gyul dengan pandangan memelas.

"Lupakanlah." Mu Gyul jelas menolak permintaan Mae Ri.

"Sebagai gantinya, aku akan membayar uang sewa kamarmu ini selama 3 bulan." ujar Mae Ri.

"Lupakan saja." jawab Mu Gyul. Ia sedang membuat grafiti.

"Tapi aku merasa tidak nyaman. Ayo kita memanfaatkan uang ini bersama dengan baik, huh?" kata Mae Ri.






"Awalnya kau hanya ingin aku berfoto denganmu, tapi kemudian kau meminjam namaku selama 100 hari. Dan sekarang kau ingin pindah ke rumahku?" ungkap Mu Gyul.

"Maafkan aku, hanya saja aku tidak punya pilihan lain."

"Itulah kenapa, aku berkata tidak."

"Hey, kenapa kau begitu jahat. Mu Gyul tolonglah." kali ini Mae Ri menatap Mu Gyul dengan tatapan memelas ala kucing.. cuteee... unnie cantik sekalii.

"Hei, wajahmu seperti kucing di Sherk." Mu Gyul tertawa melihat Mae Ri bertingkah seperti itu.



"Lupakan." jawab Mu Gyul, ia kembali fokus dengan grafitinya. Berdasarkan riset (jjah) kalau Mu Gyul mulai terpesona dengan Mae Ri, Mu Gyul pasti langsung mengalihkan perhatiannya ke hal lain.

"Tolong aku satu kali ini sajaa, huh? Ayolah, Mu Gyul." pinta Mae Ri.

"Kang Mu Gyul. Hey, Mu Gyul." Bibi pemilik tempat tinggal Mu Gyul datang.

"Oh ya, Ahjumma, oh kau sudah datang?" Mu Gyul menghampiri bibi itu, Mae Ri juga mengikutinya.



"Pacarmu?" tanya bibi.

"Bukan!" jawab Mu Gyul dan Mae Ri secara bersamaan.

"Tidak apa-apa, semua orang memang seperti itu." Bibi tersenyum. "Kenapa kau tinggal sendiri kalau kau bisa tinggal dengan kekasihmu."

"Tapi, aku memang benar-benar akan tinggal dengan diriku sendiri." ucap Mu Gyul memastikan bahwa bibi itu tidak salah sangka.

"Okey, baiklah. Kau tidak boleh lupa tentang uang sewa yang sudah jatuh tempo minggu ini, benarkan?" bibi mengingatkan.


"Ah, tentu." jawab Mu Gyul, seperti orang-orang pada umumnya, saat ada seseorang yang mengingatkan tentang bayaran pasti murung. hahaa.

"Bagus, karena kalau kau sampai telat membayar, aku akan mengambil semua barang-barangmu kali ini." ancam bibi. "Jadi lebih baik kau tidak membayarnya telat."

Mu Gyul mengangguk, mengerti. Mae Ri hanya memperhatikannya dengan iba.

"Selamat tinggal." pamit bibi.

"Silakan." ucap Mu Gyul.



Ini kesempatan Mae Ri, Mae Ri menyerahkan amplop berisi uang pada Mu Gyul, Mu Gyul langsung menolaknya, ""Sudahlah." ucapnya.

"Dari mana kau akan mendapatkan uang untuk membayar uang sewamu?" kata Mae Ri. "Gunakan saja uang ini, huh?"

"Aku bilang, aku baik-baik saja." jawab Mu Gyul tetap pada pendiriannya. Mu Gyul kembali mengerjakan grafitinya yang masih setengah jadi.



Mae Ri memikirkan sesuatu. Mae Ri menaruh tasnya kemudian mengambil alat-alat grafiti milik Mu Gyul.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Mu Gyul sedikit terganggu dengan apa yang dilakukan Mae Ri.

"Itu akan membuatmu lelah, jadi aku akan membantumu." jawab Mae Ri polos.



Mu Gyul dan Mae Ri berada di luar, Mu Gyul sedang berusaha mencari barang bekas yang masih layak pakai untuk tempat tinggal barunya.

"Hey, sampai berapa lama kau akan mengikutiku?" tanya Mu Gyul pada Mae Ri yang masih saja mengikutinya.

"Aku bilang aku akan membantumu." jawab Mae Ri.

Mu Gyul mengambil sesuatu dari tempat sampah, Mae Ri heran ia bertanya "Apa kau benar-benar pemulung?"


Mu Gyul mengambil beberapa barang lagi, ia menyuruh Mae Ri untuk ikut membawakan barang-barang itu ke dalam kamar.

"Yang itu juga!" suruh Mu Gyul. "Ambil yang itu juga."



Kamar sudah beres, barang-barang hasil jarahan dari tempat sampah sudah tertata rapi.

"Apa kau mengambil jurusan seni?" tanya Mae Ri yang melihat Mu Gyul menggambar sesuatu di tembok.

"Bukan, aku mengambil teknik." jawab Mu Gyul.

Mae Ri berjalan ke sisi lain kamar Mu Gyul, sebuah studio buatan. Mae Ri terpukau "Whoah.. Ini benar-benar seperti sebuah studio!"



"Ehh!! Ada banyak peralatan di sini!" Mae Ri melihat-lihat studio kecil itu. "Aku yakin kau menghabiskan uang yang banyak untuk membeli semua ini.." Mae Ri hendak menyentuh salah satu barang, tapi Mu Gyul langsung menarik baju Mae Ri.

"Semua itu adalah motivasiku." jawab Mu Gyul sekenanya.

"Whoaa.. keren sekali." jawab Mae Ri. "Tapi, apa kau tidak punya TV?"

"Aku tidak menonton TV." jawab Mu Gyul seraya mengambil gitarnya dan mulai memainkannya.

"Benarkah? AhhH.. Buruk sekali! Ada drama yang ingin sekali aku tonton malam ini." ucap Mae Ri murung.




"Apa kau tidak akan pulang ke rumahmu?" tanya Mu Gyul, berharap Mae Ri segera pulang.

"Aku baru saja membantumu membereskan kamarmu, Kau benar-benar berarti." ucap Mae Ri. "Biarkan aku tinggal sebentar, paling tidak untuk semalam sebelum aku pergi, huh?"

"Hanya untuk hari ini saja." ucap Mu Gyul.

"Terima kasih." Mae Ri tersenyum. "Aku akan ke sana dan membaca beberapa buku."




Jung In datang menghampiri ayahnya. Mereka berada di sebuah restaurant.

"Aku ingin tahu bagaimana perasaanmu setelah bertemu dengan gadis itu." tanya Ayah Jung In.

"Dia terlihat sangat berbeda dari gadis yang pernah aku temui sebelumnya." jawab Jung In.

"Benarkah? Dia benar-benar percaya diri." ucap Ayah Jung in.

"Gadis itu tentu saja tidak sesuai dengan kriteria perempuan ideal seperti yang kau inginkan." kata Jung in.

"Kita lihat saja nanti. Tapi, untuk sekarang, karena dia sudah menjadi bagian dari keluarga kita, berilah ia perhatian dan hargai dia sebisa mungkin." ucap Ayah Jung In.




Para penagih hutang datang kepada Ayah Mae Ri, sekarang bukan lagi Ayah Mae Ri yang memohon ampun pada penagih hutang, tapi sebaliknya, para penagih hutang berterimakasih karena Ayah Mae Ri membayar hutangnya lebih dari yang sudah ditetapkan.

"Aahh.. Benarkah! Di sini! Aigooo.. Aigoo.. Terima kasih!" ucap para penagih hutang seraya membungkuk-bungkuk.

"Cek amplop itu. Is it okay?" ucap Ayah Mae Ri setelah menyerahkan amplop putih

"Aigoo!"

"Okay, kita sudah terlalu lama membuang waktu." ucap Ayah Mae RI.

"Jaga dirimu baik-baik." sapa Para penagih hutang.

"Yeah, okay."



Mu Gyul mendapat telepon dari temannya, teman-teman Mu Gyul hendak berkunjung ke tempat tinggal baru Mu Gyul.

"Heloo.? Oh, Hyung.  Kau akan ke tempatku. Tentu." Mu Gyul menutup teleponnya dan ia bertanya pada Mae Ri.

"Hey, kau tidak mau pulang?" tanya Mu Gyul.

"Aku tidak perlu berada di sana sebelum jam 10 malam." jawab Mae Ri yang masih fokus membaca.

"Tapi, teman-temanku akan berkunjung sebentar lagi, jadi lebih baik kau pulang."

"Ah, benar. Aku lebih baik pergi." Mae Ri merapikan dirinya. "Tapi, aku harus pergi kemana?" keluh Mae Ri.


Tak berapa lama kemudian, teman-teman Mu Gyul datang.

"Mu Gyul, kami datang!"

"Aku baru saja pulang kerja dan langsung menuju kemari."

"Kau pasti bekerja keras untuk merapikan kamar ini?"

Teman-teman Mu Gyul melihat Mae Ri.

"Oh, Kakak Ipar!" sapa mereka.

"Halo." sapa Mae Ri sopan.

"Aku rasa Mae Ri juga membantumu pindah." ungkap teman Mu Gyul.

"Itu hanya balas budi saja." ucap Mu Gyul.

"Yeah, sepertinya aku hanya balas budi saja." ucap Mae Ri.

"Lihat, sepertinya kalian membuat kamar ini seperti kamar pengantin." ejek salah satu teman Mu Gyul.

"Bukan, bukan seperti itu." kata Mae Ri segera meralat kata-kata teman Mu Gyul. Mae Ri melihat ke arah Mu Gyul yang sudah mulai risih melihat Mae Ri masih ada di tempatnya.

"Baiklah, aku pergi." kata Mae Ri.

"Okay, bye. Dan jangan kembali lagi besok. Pergi. " ucap Mu Gyul.

Teman-teman Mu Gyul malah menyuruh Mae Ri untuk tetap tinggal, karena mereka akan membuat pesta kecil sebagai peringatan tempat tinggal baru Mu Gyul. Dan teman-teman Mae Ri malah mengundang ke dua sahabat Mae Ri untuk ikut bergabung bersama mereka.

"Ayy.. Kenapa kau begitu dingin?"

"Kau pasti sudah bekerja keras membantu Mu Gyul, kau harus makan dulu."

"Benar."

"Bukankah lebih baik kita mengadakan syukuran tempat tinggal baru Mu Gyul."

"Cepat-cepat dan jangan lupa hubungi Ji Hye dan So Ra."

"Yeah, pastikan kau menghubungi Ji Hye."

"Kita akan minum-minum di sini."





Mereka membicarakan permasalahan Mae Ri.

"Kau harus berada di antara keduanya." ucap So-Ra. "Pria yang telah menikah denganmu dan pria yang menikah denganmu dalam surat resmi untuk 100 hari."

"Hey, jadi kalian akan bersikap seperti dua orang yang sudah menikah. Bukan, maksudku seperti orang yang berpacaran?" tanya yang lain.

"Ada apa ini? Apa ini seperti sebuah drama, sebuah drama."

"Aku tidak tahu." jawab Mae Ri dengan murung.

"Aku kira semua telah terkendali setelah melakukan pemotretan itu, tapi ternyata semuanya jadi seperti ini. Aahh.. Semua ini salah kami. Apa yang harus dilakukan, maaf." ucap salah satu teman Mu Gyul.

"Tidak sama sekali." jawab Mae Ri.


"Jadi, kau harus menghabiskan waktu malammu di sini karena kecurigaan ayahmu?" tanya So-ra.

"Tidak boleh, aku bilang tidak boleh." ucap Mu Gyul.

"Mu Gyul. Maafkan aku, tapi seperti inilah keadaannya sekarang." jawab Mae Ri.




Yang lain membela Mae Ri.

"Ayolah bantu Mae Ri, aku mohon?!"

"Yeah, bantu dia."

"Aku tidak bisa, karena aku merasa tidak nyaman." jawab Mu Gyul.




"Kau lebih baik membantunya."
"Tapi, kau sudah mengizinkannya untuk menggunakan namamu sebagai suami palsu selama 100 hari."
"Hanya itu saja."
"Well, semuanya sudah seperti ini.."
"Kenapa kau tidak menikah saja, hyung?"
"Itu kedengarannya bagus, menikahlah! Kalian berdua terlihat cocok."

"Itu tidak benar, aku mohon jangan bilang seperti itu." ucap Mae Ri. Ia tidak mau mereka salah paham.
"Apa yang kalian bicarakan?" jawab Mu Gyul. "Ah, kita kehabisan minuman. Aku akan membelikannya."



"Ayo, kita beli minuman bersama." kedua teman Mae Ri mengikuti Mu Gyul. 

"Mu Gyul, sebotol anggur beras juga."

Teman-teman Mu Gyul tidak rela kalau kedua sahabat Mae Ri menemani Mu Gyul pergi membeli minuman di market terdekat.

"Ji Hye, tetaplah di sini."

"Aku juga.."

"Hey! Hey!"

"Oh, ini sangat keren." ucap teman Mu Gyul ketika melihat studio mini Mu Gyul.

"Hey, jangan main-main dengan alat itu, kau hanya akan membuatnya rusak."

"Aku akan mengecek lagu apa yang sudah dibuat oleh Hyung. " ucap yang lain.

"Benarkah?"



Mae Ri merapikan meja, ia memasukan beberapa botol kosong ke dalam plastik besar.

"Kau seperti istri Mu Gyul sungguhan, kalau kau melakukan hal itu." ucap salah satu teman Mu Gyul.

"Aku minta untuk berhenti bilang seperti itu." kata Mae Ri.



Mae Ri keluar rumah untuk membuang sampah botol-botol yang baru saja ia kumpulkan.

"Hmm... dingin.. dingin.. dingin.." keluh Mae Ri.

Tiba-tiba ia melihat So Young, perempuan di foto Mu Gyul yang ditaruh di tempat gitar Mu Gyul.

"Aku pikir, aku pernah melihat perempuan itu sebelumnya." Mae Ri mengingat-ingat. "Aaahh. Perempuan itu mirip seperti foto yang ada di tas gitar Mu Gyul."



So Young melihat-lihat ke sekeliling, lalu ia bertemu Mae Ri.

"Apakah, Mu Gyul ada di dalam?" tanya So Young.

"Tidak, dia baru saja pergi beberapa waktu yang lalu." jawab Mae Ri.

"Ohh.. Benarkah?" So Young memperhatikan Mae Ri dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Heello." Mae Ri membungkuk mengucapkan salam.


"Kau pacar baru Mu Gyul?" tanya So Young.

"Bukan." jawab Mae RI.

"Yah, kau memang bukan tipenya." Ucap So Young.

"Memang. Itulah kenapa kau jangan salah paham." kata Mae Ri.

"Apa maksudmu?" tanya So Young.

"Aku hanya tidak ingin kau berpikiran salah padaku dan bertengkar dengan Mu Gyul. Aku datang ke sini karena ada urusan penting. Tapi aku bertemu dengan teman-temanku dan akan mengambil barang-barangku, aku tidak akan pernah datang ke Mu Gyul lagi." ucap Mae Ri.




"Oh, Kam So Young." Mu Gyul datang.

"Kang Mu Gyul.!!" seru So Young, ia segera memeluk Mu Gyul. Mae Ri dan kedua temannya kaget melihat hal itu. Mu Gyul pun terlihat sangat senang bertemu dengan So Young.

"Sudah lama tidak bertemu?!" ucap So Young.

"Ah, kapan kau datang ke sini?" tanya Mu Gyul.

"Baru saja. Aku baru saja bersenang-senang di dekat sini dan aku dengar kau pindak jadi aku datang untuk melihat-lihat. Hmm.. Ice Cream." So Young membawakan ice cream untuk Mu Gyul.


"Apakah kau minum lagi?" tanya Mu Gyul.

"Jangan khawatir, aku hanya minum sedikit." jawab So Young.

"Cukup, aku bukan anak kecil?" ucap Mu Gyul saat So Young mencubit kedua pipinya dengan gemas.

"Ayo, ada teman-temanku di dalam."

"Teman-teman bandmu? Ayo kita bergabung dengan mereka."

"Ah, jangan. Kau tidak boleh minum di sini." ucap Mu Gyul. "Ayo, cepat pulang."

"Selamat tinggal." So Young melambaikan tangan pada Mae Ri dan kedua temannya.




"Hey, apa ini? Kang Moo Gyul punya kekasih?" seru teman Mae Ri.

"Dia, sekelompok dengan mereka." jawab Mae Ri.


Teman-teman Mu Gyul tertawa saat Mae Ri dan kedua temannya menganggap So Young adalah pacar Mu Gyul.

"Aaahh. Itu Ibu kandungnya Mu Gyul!"

"Benarkah?!"

"Dan berapa umurnya?"

"Ibunya hamil saat dia berumur 17 tahun."

"Ini hal yang pribadi."

"17 tahun?"

"Ibu Mu Gyul juga tidak terlalu pintar. Dia selalu membantu permasalahan ibunya saat ibunya membuat masalah."

"Mae Ri Yah. Dia itu seperti ayahmu!"

"Seperti ayahku?" tanya Mae Ri.

"Kalau aku, mungkin aku tidak akan memperdulikan siapa perempuan itu."

"Mu Gyul itu memiliki hati yang lembut."

Ternyata So Young adalah ibu Mu Gyul, ckckcck.. sudah saya duga.. *menyipitkan mata*



"Ahh.. Dingin.. Dingin..." Mu Gyul baru saja datang dari mengantar ibunya.

"Kalian sedang membicarakan apa?" tanya Mu Gyul yang segera duduk di samping So Ra.

"Mu Gyul, minum." tawar teman Mu Gyul.

"Tidak terimakasih." jawab Mu Gyul, "Aku ingin berhenti meminum-minuman keras sementara waktu."

"Kau Mae Ri." tawar teman Mu Gyul pada Mae Ri.

"Ah, aku tidak ingin minum lagi. Aku selalu membuat masalah setiap kali aku minum." jawab Mae Ri menolak minuman yang diberikan teman Mu Gyul.

"Ada masalah apa? Kenapa kalian berdua menolak untuk minum?" tanya teman Mu Gyul yang heran dengan Mu Gyul, tidak biasanya dia menolak untuk minum-minum. "Kau baik-baik saja, Hyung?"


"Yeah, aku baik-baik saja." jawab Mu Gyul.

"Hey anak kecil, jangan biarkan hal itu mengganggumu." ucap salah satu teman Mu Gyul, teman Mu Gyul mengira bahwa Mu Gyul terlalu banyak memikirkan tentang keadaan ibunya.

"Siapa yang menganggu?" tanya Mu Gyul.

Suasana menjadi hening, seluruh teman Mu Gyul dan teman Mae Ri menatap ke arah Mu Gyul.

"Ada apa ini? Aku benar-benar tidak suka suasana seperti ini." jawab Mu Gyul.

"Ayo ubah suasana."

"Ayo kita bermain sebuah permainan."

"Ayo bermain! Sebuah permainan yang semua orang sangat senang memainkannya!"

"Sebuah game. apa.. Aku pertama!" ucap Mu Gyul mendahului, hahaa.. permainan ini, yang terakhir mendapatkan angka berarti dia harus minum.

yang lain berebut untuk mendapatkan angka.


"Keempat!"

"Ketiga!"

"Apa ini? Keempat! Ah, benar. Kelima!"

"Keenam! Mae Ri Yah, maaf." Jawab So Ra.

Mae Ri mendapat nomor terakhir dan ia harus minum.

"Minum." sorak yang lain.

Mae Ri terpaksa menghabiskan minuman itu.

"Habiskan, habiskan."

"Minum itu sekali teguk."

"Dia minum sampai habis."



"Kalian berada di satu grup." komando teman Mu Gyul.

Mereka melanjutkan permainan, aturannya adalah dengan mengangkat lima jari, salah satu dari mereka akan menanyakan pertanyaan, kalau merasa jawaban itu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, maka harus menurunkan satu jari.

"Siapa yang belum pernah berkencan sebelumnya, turunkan jarimu." Salah satu teman Mu Gyul melontarkan pertanyaan pertama.

"Apakah ada?" tanya yang lain.

"Ada." jawab Sora seraya tertawa melihat Mae Ri yang menunduk seraya menurunkan jarinya, itu artinya Mae Ri memang belum pernah berkencan selama hidupnya.

"Benarkah?" tanya Mu Gyul tidak percaya,


"Dan letakkan satu jarimu jika kau belum pernah berciuman." yang lain melontarkan pertanyaan.

"Kenapa kau tidak menurunkan jarimu? Cepat, lakukan." suruh teman Mae Ri pada Mae Ri.

"Hey."

"Hey, kau serius?"

Mae Ri kembali menurunkan jarinya, ia lagi-lagi menunduk malu.

"Turunkan jarimu jika kau adalah orang yang pernah melakukan ciuman dalam jumlah yang banyak!"

"Mu Gyul, turunkan jarimu."

"Dia yang sudah berpacaran dengan lebih dari 100 gadis dari SMA sampai sekarang."

Lagi-lagi Mu Gyul yang harus menurunkan jarinya.



"Tidak masuk akal. Bagaimana bisa 100 gadis?" ucap Mae Ri.

"Kalian yang ada di kelompok ini yang tidak pernah bisa memiliki hubungan lebih dari sebulan.

Kang Mu Gyul, turunkan jarimu."

"Ah, apa ini?!" Mu Gyul kesal.

"Haruskah aku membantu menurunkan jarimu."

"Ah, lupakan. Sekarang giliran aku yang bertanya." ucap Mu Gyul, hahaa.. pembalasan dendam pada Mae Ri. "Letakkan jari kalian, bagi yang sudah menikah."

Daaan, Mae Ri menurunkan jarinya, dan ia kalah karena ia yang pertama menurunkan semua jarinya.

"Kenapa kalian selalu meledekku?" tanya Mae Ri.

"Karena itu menyenangkan." jawab yang lain.


Teman Mu Gyul menuangkan minuman pada Mae Ri.

"Jika kau tidak bisa minum lagi, cari BLAK KNIGH untuk dirimu sendiri."

"Black Knight..!"

Black Knight itu seseorang yang rela menggantikan posisi Mae Ri untuk meminum minuman Mae Ri.

"Semoga berhasil."

"Mu Gyul Ah.." ucap Mae Ri seraya menyodorkan minumannya pada Mu Gyul.

"Tidak." jawab Mu Gyul jutek.

Mae Ri murung, akhirnya ia sendiri yang harus meminum minumannya.

"Hey, dia meminumnya lagi."

 Semua akhirnya mabuk, tentu saja kecuali Mu Gyul. Dan Mu Gyul pula yang harus mengantarkan Mae Ri pulang.

"Awas kepalanya, awas kepalanya." Teman Mae Ri membantu Mu Gyul untuk menduduk Mae Ri dengan benar di mobil.

"Tunggu! Hati-hati."

"Kau tidak minum kan Mu Gyul. Aku mohon jaga dia!" ucap teman Mae Ri.

 Mu Gyul membenarkar letak kepala Mae Ri yang tidak beraturan. Tiba-tiba handphone Mae Ri berdering.

Mae Ri yang masih dalam keadaan belum sadar total karena mabuk berat mengangkat telepon itu. "Ini ayahku." ucap Mae Ri pelan.

Mae Ri tidak menjawab telepon itu, ia membiarkan ayahnya bicara sendiri sedangkan Mae Ri malah tertidur.


 Mae Ri, kau ada dimana? Apa kau masih bersama pria itu? Apa kau masih di tempat pria itu?

Kau selalu bersama dengan pria itu, tapi waktumu hanya sedikit bila bersama Jung In!

Ini sudah melanggar aturan, kau melanggar ketentuan jadwal malam yang sudah kita atur. Kau sebaiknya cepat pulang, Mae Ry!" Ucap Ayah Mae Ri kesal.

Mu Gyul mendengarkan telepon ayah Mae Ri.

 Mu Gyul mengantarkan Mae Ri pulang dengan mobilnya. Tapi, Mu Gyul memang lagi engga beruntung, di tengah jalan mobilnya mogok.

Daan.. piggy back lagi.. yuhuu.. Mu Gyul menggendong Mae Ri. Ia kesusahan saat harus menaiki tanggal. Mae Ri masih tidak sadarkan diri, ia mengigau.

"Pria itu pikir, dia tahu segalanya! Pria itu benar-benar pria yang menyebalkan! Benar-benar orang yang mengerikan! Aku tidak dapat menikahi pria seperti itu. Tidak! Aku tidak akan!" ucap Mae Ri, ia membicarakan tentang Jung In.




"Benar, kau jangan menikahinya. Jangan." jawab Mu Gyul.

"Tentu tidak." kata Mae Ri.

"Dia benar-benar pria yang tidak menyenangkan." Mae Ri memukul punggung Mu Gyul.

Mu Gyul kesakitan. "Hey, sakit!"

"Hey, kenapa gadis sekecil kau sangat berat?" keluh Mu Gyul.

Hey, ini kali terakhir aku melakukan ini padamu. Lain kali, aku tidak akan peduli."

"Baiklah. Baik.." ucap Mae Ri.

 Handphone Mu Gyul berdering, So Young menelponnya. Mu Gyul terlihat senang sekali mendapat telepon dari So Young.

"Oh, So Young! Ah, aku dalam perjalanan pulang sekarang. Aku sudah makan. Kau tidak mabuk lagi kan? Ya. Jangan khawatir, aku baik-baik saja. Tidurlah dengan nyenyak dan selamat tidur. Good Bye, Mom. " ucap Mu Gyul.


 "Mom?" ucap Mae Ri. Ia jadi teringat ayahnya, Mae Ri tersenyum. "Maafkan aku ayah."

"Hey, aku bukan ayahmu." jawab Mu Gyul.

"Aku tahu.. Tapi kau tahu.. Ayah.. Aku benar-benar.. Benar-benar ingin melarikan diri.. Tapi, karena kita sudah membayar semua hutang kita, ayo kita bersenang-senang setelah 100 hari ketetapan itu selesai. Aku akan kembali bersekolah lagi dan aku akan lulus. Dan kemudian aku akan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Aku akan membahagiakanmu ayah. Ayahku yang malang. Kau pasti sangat menderita..harus membesarkanku tanpa seorang ibu. Maafkan aku. " ucap Mae Ri dalam keadaan tidak sadar. Mu Gyul terdiam mendengar kata-kata Mae Ri itu. Mereka hampir punya cerita yang sama.

 Ayah Mae Ri menunggu di luar, ia menunggu Mae Ri. Ayah Mae Ri sangat gelisah. "Jam berapa sekarang? Ahh.. Serius, ada apa dengannya?"

Dari kejauhan Mu Gyul terhuyung-huyung menggendong Mae Ri.

 "Mae Ri Yah! Ah, Ya ampun.. Ada apa dengan Mae Ri ku? Eh?" Ayah Mae Ri panik melihat keadaan Mae Ri.

"Hello." sapa Mu Gyul

"Apa "hello"?!" kata Ayah Mae Ri dengan sinis.

"Kembalikan Mae Ri ku, cepat!" pinta Ayah Mae Ri.

"Tentu." ucap Mu Gyul seraya menurunkan Mae Ri. Mae Ri masih belum sadarkan diri.

Ayah Mae Ri menggendong Mae Ri."Ahh.. Berat sekali!" ucapnya.

 "Kenapa kalian begitu banyak minum? Dan bagaimana bisa kau membiarkan Mae Ri seperti ini?" tanya Ayah Mae Ri.

"Maafkan aku." ucap Mu Gyul.

"Hey, Mae Ri Yah, bangun." kata Ayah pada Mae Ri. "Apa yang kau rencanakan dengan putriku?"

"Apa?"

"Kau sudah merusak putriku yang polos ini! Kau melarikan diri bersamanya dan menikahinya tanpa persetujuanku, betapa tidak bertanggung jawabnya dirimu, kau tega sekali melakukan hal ini pada putriku seperti ini? Huh?" ayah Mae Ri kesal.

Ayah Mae Ri hampir terjatuh saat menggendong Mae Ri. "Ah, benar-benar..

Oohh.. Jangan sentuh putriku.. Jangan sentuh.." ucapnya saat Mu Gyul mencoba untuk membantunya.

"Jangan sentuh.. Ahh.. benar-benar.. Eh? Seberapa jauh yang kalian lakukan?" Ayah Mae Ri berlanjut untuk mengintrogasi Mu Gyul.





 "Apa maksudmu?" tanya Mu Gyul tidak mengerti.

"Katakan sejujurnya seperti seorang pria sejati. " ucap Ayah Mae Ri.

"Kau bisa berhenti mencemaskannya karena memang tidak ada yang terjadi." jawab Mu Gyul.

"Benarkah? Apa kau berkata jujur?" tanya Ayah Mae Ri tidak percaya.

"Ya." jawab Mu Gyul pasti.

"Liat lurus ke mataku." pinta Ayah Mae Ri.

awalnya Mu Gyul enggan untuk melakukan hal itu, tapi kemudian ia menatap lurus ke arah Ayah Mae Ri.. Jang Geun Suk oppa cute, saat menatap lurus ke arah Ayah Mae Ri, mata Mu Gyul berkedip-kedip.


"Itu benar." jawab Ayah Mae Ri yang akhirnya percaya. "Baiklah. Sekarang, beri tahu aku nomor ponselmu."

"Nomor ponselku? Itu informasi pribadi."ucap Mu Gyul.

"Eh? Pribadi?"

"Baiklah, selama tinggal." Mu Gyul meninggalkan ayah Mae Ri.

"Lihat ke sini. Hey, nak diam di tempatmu! Kenapa pria itu membiarkanmu sampai seperti ini?

Menatap tidak sopan ke arahku saat orang dewasa berbicara. Pria itu sungguh tidak sopan. Aku tidak bisa membiarkannya seperti ini. Aaahh.. Benar!" ucap Ayah Mae Ri kesal karena Mu Gyul tidak menghentikan langkahnya tapi terus berjalan.


Writer : Queen Bee
Edited & Shared : Drama Asia Lovers

0 Komentar:

Posting Komentar